Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(UU KUP No. 28 Tahun 2007)
Ayat pertama dari pasal pertama Undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan di atas memberikan dasar pengertian pajak. Pajak, sebagaimana kita tahu merupakan kontribusi wajib kepada negara dan ditujukan kepada subjek pajak yang kemudian disebut wajib pajak.
Pajak memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia, kelangsungan hidup dalam hal ini diartikan pembangunan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan peran-peran yang harus dijalankan pemerintah dalam struktur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penerimaan dari sektor perpajakan yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) meningkat setiap tahunnya, hal itu disesuaikan dengan asumsi kenaikan pertumbuhan ekonomi dan ekstensifikasi yang bisa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 70% dari penerimaan negara 2010, berasal dari pajak, jika dinominalkan mencapai 733,24 T.
Jadi wajar bila dikatakan penerimaan pajak menopang hidup negara kita. Sejarah tentang bagaimana hal ini bisa terjadi dimulai di tahun 1983 ketika penerimaan dari minyak dan gas bumi tidak bisa lagi menjadi sektor penerimaan terbesar, terlalu banyak hal, kejadian yang bisa mempengaruhi minyak dan gas bumi, lain halnya dengan pajak, yang walaupun tentunya juga akan dipengaruhi oleh banyak hal namun masih bisa diminimalisir dengan undang-undang yang bersifat memaksa.
Yang menjadi pertanyaan, apakah kekuatan pentingnya pajak bagi kelangsungan hidup negara ini bisa menjadikan seluruh masyarakat yang wajib membayar pajak untuk mematuhi peraturan tersebut?
Tidak bisa dibayangkan apabila Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat memenuhi 50% target penerimaan negara. Jika pajak mempunyai peran 70% dalam penerimaan negara, dan yang dapat dipenuhi hanyalah 50% dari 70% itu, tentunya 35% tidak akan cukup untuk membiayai pengeluaran negara. Tidak ada pembangunan, pemerintahan menjadi lemah, dan keributan akan ada dimana-mana, karena masyarakat merasa tidak aman. Pemerintah tidak bisa mengendalikan perekonomian dan politik. Orang kaya berkuasa dan mempunyai kepentingan pribadi. Pajak berdampak sistemik pada pembangunan nasional.
Membayar pajak dapat diartikan menyerahkan fresh money yang dimiliki masyarakat dari pendapatannya sebagai orang pribadi maupun keuntungan badan kepada negara. Termasuk aturan perpajakan Indonesia yang juga menerapkan pajak untuk Bea Perolehan Tanah dan Bangunan, Pertambahan Nilai, Bumi dan Bangunan, dan atas perolehan yang di dapatkan di suatu daerah yang kemudian disebut pajak daerah. Apakah setiap orang mau dan merasa perlu menyerahkan fresh money yang mereka miliki, yang mereka dapatkan dengan usaha kerja keras mereka, dengan sukarela kepada negara, tanpa kontraprestasi langsung yang mereka dapatkan?
Tentu saja jawaban dari pertanyaan tersebut adalah tidak setiap orang mempunyai kesadaran yang tinggi untuk memenuhi kewajiban mereka membayar pajak. Jika kita menengok pada sejarah munculnya pajak di Indonesia tentu kita dapat menyimpulkan bahwa masyarakat sudah jenuh akan pajak, sejak jaman penjajahan Belanda sampai Jepang, rakyat diwajibkan membayar pajak. Dan ketika hadir jaman Negara Kesatuan Republik Indonesia pun masih ada kewajiban untuk membayar pajak. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan rakyat terhadap manfaat pajak. Namun di masa modern dimana segalanya sudah maju, kecenderungan yang terjadi bukan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pajak, namun kurangnya rasa sepikul sepenanggungan yang ada dalam masyarakat.
Pajak merupakan gejala sosial yang hanya terdapat dalam suatu masyarakat. Tanpa adanya masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Tentunya masyarakat yang dimaksud dalam masyarakat disini adalah masyarakat hukum. Ketika seorang individu memutuskan untuk hidup dalam sebuah masyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya akan muncul hak dan kewajiban masyarakat kepada individu dan sebaliknya hak dan kewajiban individu terhadap masyarakat. Hal itu secara tidak langsung akan menciptakan pembatasan hak-hak asasi manusia oleh masyarakat.
Pajak sebenarnya adalah utang atau dalam arti hukumnya perikatan. Utang individu sebagai anggota masyarakat kepada masyarakat dan mengikat. Dalam sudut pandang ekonomi, pajak merupakan peralihan uang dari swasta/individu ke sektor pemerintah, pajak mengurangi pendapatan seseorang dan secara tidak langsung pajak mempengaruhi pola kehidupan individu.
Pajak mempunyai fungsi budgetair, yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara untuk membiayai pengeluaran negara, dan fungsi mengatur, yaitu pajak yang digunakan untuk mengatur masyarakat di bidang ekonomi, dalam hubungannya dengan investasi, bidang sosial dalam hubungannya dengan membatasi pola hidup masyarakat cenderung ke konsumtif dan berperilaku boros. Pajak memberikan manfaat seluas-luasnya untuk kesejahteraan rakyat dari dana yang dihimpun. Dan secara tidak langsung menjembatani individu dengan dana berlebih dan individu yang kekurangan.
Asas pemungutan pajak sendiri adalalah asas keseimbangan dimana pajak yang dikenakan dengan besarnya sesuai dengan penghasilan yang didapatkan, jelas dan tidak mengenal kompromi, sesuai dengan undang-undang yang berlaku, dan tidak memberatkan, serta dipungut pada saat yang tepat setelah wajib pajak memperoleh penghasilan.
Dengan latar belakang dan tujuan serta masalah yang ada, Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan fungsinya di bawah Departemen Keuangan dalam membuat kebijakan dan melaksanakannya dalam bidang perpajakan menerjemahkannya dalam undang-undang dan aturan, serta cara-cara untuk memungut utang pajak dari para wajib pajak.
Direktorat Jenderal Pajak menerapkan undang-undang yang dibuat sedemikian rupa dan alur penagihan pajak yang sangat rapi, hingga penyitaan sekaligus pelaksanaan lelang, tentu saja itu sangat mengikat dan membatasi gerak wajib pajak yang tidak mau membayar pajak, namun itu tetap diimbangi dengan kebijakan yang tentunya tidak mencekik para pengusaha dan individu, seperti pengajuan cicilan pembayaran pajak untuk individu yang memang belum mampu dan tentunya mempunyai itikad baik dalam melunasi utang pajaknya. Selain itu, mengamankan penerimaan yang menjadi prioritas utama Direktur Jenderal Pajak maupun Menteri Keuangan dilakukan dengan kebijakan-kebijakan lain, seperti Ekstensifikasi melalui pencarian Wajib Pajak Orang Pribadi baru yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang merupakan hasil dari modernisasi kantor pajak, Kantor Pelayanan Pajak Pratama ada di setiap daerah dengan menggunakan pemungutan pajak berdasarkan asas teritori, sehingga ekstensifikasi diciptakan keberadaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama ini.
Kebijakan intensifikasi juga dilakukan dengan melakukan modernisasi peraturan perpajakan secara makro termasuk kantor-kantor pajak yang sekarang ada berdasarkan fungsinya. Program penagihan, pemeriksaan, dan penyidikan yang semakin diperbaiki kinerja petugasnya dan direvisi undang-undangnya merupakan perbaikan sistem guna meningkatkan penerimaan. Program mapping, mengklasifikasikan Wajib Pajak orang pribadi maupun badan yang masuk dalam kualifikasi berpenghasilan besar ke Kantor Pelayanan Pajak khusus tentunya memberikan dampak yang luar biasa. Di Kantor Pelayanan Pajak khusus tersebut, wajib pajak orang pribadi kaya dan badan besar dipantau dan diberikan penyuluhan dan pengertian, sehingga kecil kemungkinan luput dari pengawasan Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Wilayah Pajak Wajib Besar yang membawahi kriteria wajib pajak tersebut merupakan pundi-pundi penerimaan nasional karena target penerimaan mencapai 39,4% dari keseluruhan penerimaan pajak nasional.
Kebijakan intensifikasi juga dilakukan dengan melakukan modernisasi peraturan perpajakan secara makro termasuk kantor-kantor pajak yang sekarang ada berdasarkan fungsinya. Program penagihan, pemeriksaan, dan penyidikan yang semakin diperbaiki kinerja petugasnya dan direvisi undang-undangnya merupakan perbaikan sistem guna meningkatkan penerimaan. Program mapping, mengklasifikasikan Wajib Pajak orang pribadi maupun badan yang masuk dalam kualifikasi berpenghasilan besar ke Kantor Pelayanan Pajak khusus tentunya memberikan dampak yang luar biasa. Di Kantor Pelayanan Pajak khusus tersebut, wajib pajak orang pribadi kaya dan badan besar dipantau dan diberikan penyuluhan dan pengertian, sehingga kecil kemungkinan luput dari pengawasan Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Wilayah Pajak Wajib Besar yang membawahi kriteria wajib pajak tersebut merupakan pundi-pundi penerimaan nasional karena target penerimaan mencapai 39,4% dari keseluruhan penerimaan pajak nasional.
Program benchmarking pun menjadi salah satu andalan di bidang intensifikasi. Dengan menganalisis data yang ada pada suatu sektor industri menjadi kunci untuk mengetahui profit dari perusahaan yang sehat di sektor industri yang sama, sehingga bisa diminimalisir adanya wajib pajak badan yang bandel yang memanipulasi keuntungan dalam laporan keuangan mereka.
Reformasi birokrasi dalam modernisasi Direktorat Jenderal Pajak menjadi kunci dalam menghasilkan SDM yang baik yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, sehingga kinerja yang dihasilkan pun optimal namun efisien. Peningkatan kesejahteraan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan pemberian remunerasi pun bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Serta sanksi tegas yang diberikan kepada pegawai-pegawai nakal di Direktorat Jenderal Pajak, hal tersebut besar sekali dampaknya pada kepercayaan masyarakat terhadap komitmen Direktorat Jenderal Pajak. Tentunya masyarakat yang sadar akan pajak tidak mau uang yang mereka setorkan hanya menjadi keuntungan pribadi pegawai pajak.
Beberapa hal yang masih harus diupayakan dalam mengamankan penerimaan pajak ini adalah kerjasama. Kerjasama dari semua pihak untuk menganggap kewajiban membayar pajak adalah kewajiban yang utama dari kewajiban bernegara yang lain, sehingga setiap hal, keputusan, dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam kaitannya melalui departemen-departemen maupun kebijakan ekonomi secara makro haruslah memperhatikan aspek perpajakan. Karena terbukti pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta jaminan akan pekerjaan dan kehidupan yang layak serta rasa aman, akan menumbuhkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Hal tersebut harus dibarengi dengan komitmen menciptakan pelayanan yang ramah oleh Direktorat Jenderal Pajak, tentunya menciptakan kesadaran masyarakat yang tinggi tidak bisa dihasilkan dari tindak pemaksaan, namun persuasif yang nyaman, sehingga ada rasa ikhlas dalam menyetor kewajibannya sebagai individu kepada masyarakat. Sehingga sinergi dari kehidupan masyarakat bisa tercipta disini.
Dengan membayar pajak, dana yang masuk ke kas negara digunakan untuk kepentingan bersama, membiayai pembangunan yang ada di Indonesia di sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertahanan, riset dan teknologi, serta pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan pengentasan kemiskinan.
Menjalankan kewajiban kita kepada negara membuat kita leluasa menuntut hak kita untuk melihat keberadaan dari pembangunan tersebut. Merasa memiliki dan ikut dalam pembangunan negara, membuat kita semakin mencintai tanah air kita, membuat kita merasa perlu mengawasi penggunaan pajak yang disetor, membuat segalanya sesuai prosedur, transparan, dan yang paling penting menghasilkan manfaat.
Untuk tahun-tahun ke depan, sebaiknya dapat diupayakan untuk memperbanyak konseling mengenai perpajakan. Pokok yang penting untuk disampaikan adalah data digunakan untuk apa pajak tersebut dengan jelas. Tentunya kejelasan itulah yang selama ini dicari masyarakat untuk mengikhlaskan sebagian dari pendapatan mereka untuk digunakan membayar pajak. Lebih baik lagi bila itu bisa sedikit diberikan kontraprestasi secara nyata di hari tua, seperti jaminan hari tua ataupun jaminan kesehatan kepada wajib pajak patuh. Sehingga muncul rasa aman dari dana yang bisa mereka simpan ataupun investasikan yang telah diikhlaskan untuk memenuhi kewajiban sebagai individu terhadap negara. Apapun inovasi yang bisa dilakukan, sebaiknya didasari niat yang tulus dan ikhlas untuk mewujudkan ayat 1 pasal 1 undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan di atas yaitu memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat.
Dan untuk itulah pajak diciptakan, menghasilkan manfaat untuk semua lapisan masyarakat. Mengamankan penerimaan pajak, menyelamatkan Indonesia!
Pajak itu kunci dari pembiayaan negara, masa depan kehidupan seluruh elemen bangsa, napas dan darah dari suatu negara. Negara bisa maju apabila pajaknya juga maju. Dengan membayar pajak secara teratur dan benar, dalam diri warga akan tumbuh perasaan memiliki terhadap negaranya. Pada akhirnya hal ini akan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan menciptakan sinergi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
*ini essay tugas auditing saya. hehehehe....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar